Kejadian 2:1-3 mengakhiri kisah pada penciptaan pertama, yang telah diawali pada pasal sebelumnya. Kejadian penciptaan yang kedua, dimulai dalam 2:4, adalah sangat berbeda, menggunakan cara yang lebih alami, gaya bercerita lebih mengikuti sekumpulan formula yang menggunakan ungkapan yang diulang-ulang. Penerjemah harus mencoba untuk meniru perbedaan ini dalam versi mereka.
Kejadian 2:4-25 menghadirkan sebuah kisah penciptaan dari cara pandang yang berbeda dengan yang telah dipaparkan dalam Kejadian 1:1-2:3. Kisah yang kedua dianggap melengkapi ceita yang pertama, bukan untuk mempertentangkankannya.
"TUHAN," nama pribadi Allah dalam Perjanjian Lama, muncul pertama kali dalam pasal ini. Penerjemah harus memutuskan bagaimana untuk menggambarkan hal itu dalam versi mereka. Selama 2000 tahun, itu sudah merupakan tradisi bagi kebanyakan orang-orang Kristen untuk menyebut dengan istilah "Tuhan." Hal itu dituntut oleh orang-orang Katolik Romawi untuk Alkitab versi mereka yang sedang dikerjakan. Tentu saja, tidak menguntungkan penggunaan nama "Tuhan" yang merupakan sebuah panggilan untuk Allah, bukan seorang nama pribadi. (Lihat: [[rc://id/tw/dict/bible/kt/yahweh]])
Penerjemah yang tidak membuat versi untuk Katolik Romawi dapat mempertimbangkan untuk menyalin nama "TUHAN," mendekati nama yang sama bagusnya seperti dengan sasaran bahasa mereka yang diperbolehkan.
Atau penerjemah dapat mempertimbangkan untuk menggunakan ungkapan untuk Allah yang agung yang mungkin ada dalam sasaran bahasa mereka, seperti halnya "yang Maha Besar," "Penguasa Segalanya." "Yang Tidak Pernah Tidur," dan-lain-lainnya. Tentu saja, ini merupakan penyebutan yang lebih rinci, bukanlah nama-nama pribadi, sehingga mereka mengalami kerugian jika memakai kata "Tuhan".
Penerjemah juga dapat mempertimbangkan untuk penggunaan penerjemahan dari kata "TUHAN" dengan penyebutan yang berarti untuk Allah yang agung dalam sasaran bahasa. Apa pun solusi yang ditemukan harus diikuti dengan konsisten ketika nama "TUHAN" muncul dalam Kitab Suci.
Ini bukanlah sebuah taman sayur-mayur atau ladang yang ditanami. Namun, kemungkinan adalah tanah yang luas dengan pohon-pohon buah dan tanaman-tanaman berdaun lainnya, dan tumbuhan lain yang baik untuk dimakan. Sebuah sungai yang mengalir dari Taman Eden, memberikan kesan bahwa Taman itu adalah suatu tempat yang kudus; di Timur Dekat kuno, kuil-kuil memiliki taman-taman dan saluran air. Dalam buku Wahyu 22:1-2, takhta Allah di Yerusalem baru digambarkan dengan sungai yang mengalir dari sana. (Lihat: [[rc://id/tw/dict/bible/kt/holy]])