6. Pemikiran terakhir mengenai cinta antara seorang pria dan wanita (8:5-14)
#### Tentang apakah Kidung Agung itu?
Kidung Agung adalah sebuah syair atau serangkaian syair yang menyatakan cinta dan keintiman antara seorang pria dan wanita. Orang Yahudi secara tradisional telah menafsirkan kitab itu sebagai gambaran dari kasih Allah kepada Israel, umat-Nya. Dengan cara yang sama, banyak orang Kristen menafsirkannya sebagai gambaran cinta antara Kristus dan pengantinnya, gereja semua orang percaya.
### Siapa yang menulis Kidung Agung?
Ayat pertama dari Kitab ini ("Kidung Agung, yang merupakan kepunyaan Salomo") memberikan gagasan bahwa Raja bangsa Israel, Salomo yang menulisnya. Namun, orang-orang telah menafsirkan ayat ini dengan cara yang berbeda-beda, sehingga tidak semua orang diyakinkan bahwa Salomolah yang menulisnya.
#### Bagaimanakah seharusnya judul kitab ini diterjemahkan?
Kitab ini secara tradisional berjudul "Nyanyian dari Nyanyian," yang berarti nyanyian terbaik, atau "Kidung Agung." Ini bisa juga disebut "Nyanyian Cinta,"Syair Agung Cinta," atau "Nyanyian Cinta Salomo." (Lihat: [[rc://id/ta/man/translate/translate-names]])
#### Berapa banyak tokoh yang terdapat dalam Kidung Agung?
Dua tokoh utama dalam kitab ini adalah pria dan wanita yang saling mencintai. Wanita itu juga berbicara kepada sekelompok wanita yang disebut "putri-putri Yerusalem," dan wanita-wanita ini memberikan komentar. Namun, ada kemungkinan bahwa sekelompok wanita itu tidaklah nyata dan wanita itu hanya membayangkan mereka.
Beberapa penafsir mempercayai bahwa mungkin ada lebih banyak tokoh daripada ini, tetapi ini tidak pasti. Versi BHC (Bebas Hak Cipta) dan BHC Dinamis (Bebas Hak Cipta-Dinamis) hanya mengenali pria, wanita, dan sekelompok wanita.
#### Garis besar seperti apakah yang orang-orang bicarakan?
Kidung Agung adalah sebuah syair yang menunjukkan pemikiran dan kata-kata dari seorang pria, wanita, dan teman-teman wanita itu. Sepanjang syair itu, penulis tidak mengidentifikasi/menyebutkan secara spesifik pembicara dan pembaca mereka. Sehingga, untuk membantu pembaca memahami syair, beberapa terjemahan berusaha mengidentifikasi pembicara dan pembaca. Pembicaranya tidak selalu pasti, sehingga terkadang terjemahan-terjemahan tidak sependapat dengan siapa yang berbicara.
Sebelum setiap ucapan, BHC (Bebas Hak Cipta) mengidentifikasi pembicara dan pembaca seperti ini: "Wanita itu berbicara dengan wanita yang lain," "Wanita yang berbicara kepada pria itu," "Pria yang berbicara kepada wanita itu," atau "Wanita itu berbicara kepada dirinya sendiri." Penulis didorong untuk memasukkan cara-cara mengidentifikasi pembicara dan pendengar yang seperti ini dan memberikan format yang berbeda dari tulisan Firman. Para penerjemah juga harus menyertakan catatan yang menjelaskan bahwa penjelasan ini sebenarnya bukan bagian dari tulisan Firman.
#### Bagaimana seharusnya seseorang menerjemahkan Kidung Agung jika para pembaca akan melihat istilah tertentu sebagai sesuatu yang kasar, vulgar, atau tidak pantas?
Para pembaca mungkin mempertimbangkan banyak gambaran atau bentuk-bentuk yang muncul dalam Kidung Agung sebagai hal yang tidak pantas ketika diterjemahkan. Penerjemah harus mencoba untuk menghindari bahasa yang kasar jika memungkinkan, dengan menggunakan ungkapan-ungkapan yang tidak menimbulkan pelanggaran. (Lihat: [[rc://id/ta/man/translate/figs-euphemism]])
Ada banyak ungkapan dan perbandingan dalam kitab ini. Ungkapan-ungkapan ini sering tidak jelas. Apabila mereka memiliki makna seksual, gaya bahasa yang menggambarkan perasaan atau emosi sering digunakan untuk menghindari pelanggaran dengan menyembunyikan maknanya. Namun, karena maknanya seringkali tidak jelas, bermakna ganda dalam penerjemahan didorong/dicanangkan. Anda dapat menerjemahkan kata-kata seperti yang tertulis untuk menghindari komitmen pada makna tertentu. (Lihat: [[rc://id/ta/man/translate/figs-metaphor]])